“Inflasi hanya 1,87 persen, rupiah menguat, dan tekanan eksternal makin ringan. Ini saatnya kebijakan moneter mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Negara-negara tetangga seperti India dan Malaysia sudah menurunkan bunga, dan Indonesia tak boleh ketinggalan. Jika BI memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin hari ini, lanjut Fakhrul, ini akan menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia serius ingin mendorong pemulihan dan pertumbuhan.
Langkah-langkah ini, bila dikombinasikan dengan kenaikan belanja pemerintah pada paruh kedua tahun, diperkirakan akan: Menguatkan rupiah hingga ke level Rp15.500/USD di akhir 2025, Menarik arus modal asing kembali ke pasar domestik, dan Mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 7.750.
Trimegah memproyeksikan bahwa sektor unggulan di semester kedua tahun ini adalah: Logam dan mineral strategis, termasuk emiten nikel, tembaga, dan aluminium dan Sektor konsumsi yang mulai rebound seiring meningkatnya daya beli dan stimulus fiskal
“Sudah lebih banyak upside daripada downside untuk pasar Indonesia tahun ini. Tapi semua tergantung eksekusi kebijakan,” tegas Fakhrul.
Kesepakatan dagang AS-RI bukan sekadar dokumen, tapi pintu gerbang baru bagi Indonesia dalam peta ekonomi global. Tarif rendah adalah pelumas, tapi kepercayaan strategis adalah bahan bakar jangka panjang. Untuk benar-benar melaju, Indonesia butuh: Kecepatan kebijakan moneter dari BI, Konsistensi fiskal dan eksekusi proyek pemerintah, dan Ketegasan strategi industrialisasi dan hilirisasi
“Ruang kesempatan seperti ini tidak pernah terbuka lama. Dunia sedang mencari mitra baru. Indonesia punya bahan mentah dan sekarang juga punya momentum. Jangan disia-siakan,” pungkas Fakhrul.