Paulus Tannos sendiri masuk dalam daftar pencarian orang oleh KPK sejak 19 Oktober 2019 setelah menghilang. KPK menduga bahwa Paulus terlibat dalam serangkaian pertemuan dengan beberapa vendor proyek dan beberapa tersangka lainnya, termasuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya. Pertemuan tersebut berlangsung pada 2011 di sebuah ruko yang berlokasi di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Ruko tersebut juga digunakan sebagai kantor oleh Andi Narogong, yang turut terlibat dalam kasus ini.
Selama hampir 10 bulan, berbagai pembahasan terkait proyek e-KTP dilaksanakan dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Salah satu hasil dari diskusi itu adalah pembentukan Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan proyek, struktur organisasi, dan spesifikasi teknis yang menjadi dasar dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS ini kemudian ditetapkan pada 11 Februari 2011 oleh Sugiharto, yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Dalam Negeri.
Dengan tertangkapnya Paulus Tannos, KPK berharap dapat melanjutkan proses hukum terhadapnya dan membongkar lebih dalam keterlibatannya dalam skandal e-KTP yang merugikan negara. Proses ekstradisi yang sedang berlangsung menjadi langkah penting agar Paulus dapat segera dibawa ke Indonesia untuk menghadapi proses peradilan.
Perkembangan lebih lanjut mengenai kasus ini akan terus diperbarui oleh KPK kepada publik, memberikan harapan akan keadilan dalam penyelesaian kasus korupsi e-KTP yang telah berlangsung lama.