BANGGAI TERKINI, Banggai – Dengan semakin ramainya komentar negatif di media sosial yang menanggapi hasil otopsi jenazah almarhum Ryan Nugraha sehingga tidak menjadi bola liar dan merugikan banyak pihak, maka dari pihak keluarga dan tim penasehat hukum almarhum Ryan Nugraha kemudian melaksanakan pertemuan dan dilanjutkan konferensi pers dengan tim dokter forensik yang digelar di Hotel Batara, Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut pada hari Minggu 18 Mei 2025.
Konferensi pers ini merupakan pernyataan sikap dari pihak keluarga dan tim penasehat hukum almarhum Ryan Nugraha terkait ramainya komentar negatif di media sosial yang menanggapi hasil otopsi jenazah.

Ayahanda almarhum Ryan Nugraha, Harun, menyampaikan bahwa pihak keluarga telah menunjuk kuasa hukum untuk mengawal proses hukum atas meninggalnya putra tercinta. Beliau menegaskan bahwa segala informasi terkait otopsi yang beredar di media sosial di luar keterangan resmi dari penasehat hukum atau juru bicara keluarga, bukan berasal dari pihak keluarga.
Ramalan, selaku juru bicara keluarga, menambahkan bahwa keluarga sepenuhnya mempercayakan proses dan hasil otopsi kepada tim dokter forensik yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ramalan juga menyatakan bahwa pihak keluarga menyaksikan langsung jalannya proses otopsi dan memberikan kepercayaan penuh terhadap hasilnya. Sedangkan terkait berbagai komentar di media sosial yang tidak bersumber dari kuasa hukum maupun pihak keluarga, Bapak Ramalan menyatakan bahwa hal tersebut berada di luar ranah dan tanggung jawab keluarga.
Ia menyampaikan terima kasih kepada jajaran Polres Banggai Kepulauan atas bantuan pengamanan selama proses otopsi sehingga berjalan aman dan kondusif.
2 Komentar
UU ITE, dalam bentuknya sekarang, gagal membaca bahwa komentar di media sosial adalah ruang interpretasi, bukan vonis. Maka, kriminalisasi atas komentar yang tidak melibatkan kekerasan langsung atau ajakan untuk bertindak destruktif, adalah bentuk kegagalan negara memahami dunia digital sebagai ruang semiotik yang kompleks. Bagaimana kita melihat UU ITE yang begitu lentur dalam pasal-pasalnya.
UU ITE, dalam bentuknya sekarang, gagal membaca bahwa komentar di media sosial adalah ruang interpretasi, bukan vonis. Maka, kriminalisasi atas komentar yang tidak melibatkan kekerasan langsung atau ajakan untuk bertindak destruktif, adalah bentuk kegagalan negara memahami dunia digital sebagai ruang semiotik yang kompleks. Bagaimana kita melihat UU ITE yang begitu lentur dalam pasal-pasalnya.